Sabtu, 15 Maret 2014

Subyek dan Obyek Hukum


1. Subyek Hukum 
Subyek hukum ialah pemegang hak dan kewajiban menurut hukum. Dalam kehidupan sehari-hari, yang menjadi subyek hukum dalam sistem hukum Indonesia, yang sudah barang tentu bertitik tolak dari sistem hukum Belanda, ialah individu (orang) dan badan hukum (perusahaan, organisasi, institusi).
Dalam dunia hukum, subyek hukum dapat diartikan sebagai pembawa hak, yakni manusia dan badan hukum.

   a. Manusia (naturlife persoon)
Menurut hukum, tiap-tiap seorang manusia sudah menjadi subyek hukum secara kodrati atau secara alami. Anak-anak serta balita pun sudah dianggap sebagai subyek hukum. Manusia dianggap sebagai hak mulai ia dilahirkan sampai dengan ia meninggal dunia. Bahkan bayi yang masih berada dalam kandungan pun bisa dianggap sebagai subyek hukum bila terdapat urusan atau kepentingan yang menghendakinya. Namun, ada beberapa golongan yang oleh hukum dipandang sebagai subyek hukum yang "tidak cakap" hukum. Maka dalam melakukan perbuatan-perbuatan hukum mereka harus diwakili atau dibantu oleh orang lain. seperti:
·         Anak yang masih dibawah umur, belum dewasa, atau belum menikah.
·         Orang yang berada dalam pengampunan yaitu orang yang sakit ingatan, pemabuk, pemboros.
b. Badan Hukum (recht persoon)/ Hukum Badan Usaha
Suatu badan yang terdiri dari kumpulan orang yang diberi status "persoon" oleh hukum sehingga mempunyai hak dan kewajiban. Badan hukum dapat menjalankan perbuatan hukum sebagai pembawa hak manusia. Seperti melakukan perjanjian, mempunyai kekayaan yang terlepas dari para anggotanya dan sebagainya. Perbedaan badan hukum dengan manusia sebagai pembawa hak adalah badan hukum tidak dapat melakukan perkawinan, tidak dapat diberi hukuman penjara, tetapi badan hukum dimungkinkan dapat dibubarkan. Sebagai subjek hukum, badan usaha mempunyai syarat-syarat yang telah ditentukan oleh hukum yaitu :
·         Memiliki kekayaan yang terpisah dari kekayaan anggotanya
·          Hak dan Kewajiban badan hukum terpisah dari hak dan kewajiban para anggotanya.

2. Obyek Hukum
Obyek hukum adalah segala sesuatu yang menjadi obyek dalam suatu hubungan hukum.yang merupakan kepentingan bagi subyek hukum yang dapat bersifat :- material dan berwujud- dapat bersifat imaterial, misalnya obyek hak cipta. Obyek hukum dapat berupa benda atau barang ataupun hak yang dapat dimiliki dan bernilai ekonomis. Obyek hukum menurut pasal 499 KUH Perdata, yakni benda. Benda adalah segala sesuatu yangberguna bagi subyek hukum atau segala sesuatu yang menjadi pokokpermasalahan dan kepentingan bagi parasubyek hukum atau segala sesuatu yang dapat menjadi obyek hak milik.
Jenis Objek HukumBerdasarkan pasal 503-504 KUH Perdata disebutkan bahwa benda dapat dibagi menjadi 2, yakni: Benda yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen) Benda yang bersifat tidak kebendaan (Immateriekegoderen). Benda yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen)adalah suatu benda yang sifatnya dapat dilihat, diraba, dirasakan denganpanca indera, terdiri dari benda berubah / berwujud, meliputi : 

a. Benda bergerak / tidak tetap
       Berupa benda yang dapat dihabiskan dan benda yang tidak dapat dihabiskan.Dapat dibedakan menjadi sebagai berikut:
        ·         Benda bergerak karena sifatnya, menurut pasal 509 KUH Perdata adalah benda yang dapat dipindahkan dan yang dapat berpindah sendiri.
           ·         Benda bergerak karena ketentuan undang-undang, menurut pasal 511 KUH Perdata adalah hak-hak atas benda bergerak, misalnya hak memungut hasil (Uruchtgebruik) atas benda-benda bergerak, hak pakai (Gebruik) atas benda bergerak, dan saham-saham perseroan terbatas.

            b. Benda tidak bergerak
Dapat dibedakan menjadi sebagai berikut :
           ·        Benda tidak bergerak karena sifatnya, yakni tanah dan segala sesuatu yang melekat diatasnya
  • Benda tidak bergerak karena tujuannya, yakni mesin alat-alat yang dipakai dalam pabrik. Mesin senebar benda bergerak, tetapi yang oleh pemakainya dihubungkan atau dikaitkan pada bergerak yang merupakan benda pokok.
  • Benda tidak bergerak karena ketentuan undang-undang, ini berwujud hak-hak atas benda-benda yang tidak bergerak misalnya hak memungut hasil atas benda yang tidak dapat bergerak, hak pakai atas benda tidak bergerak dan hipotik.


3. Hak Kebendaan yang Bersifat Sebagai Pelunasan Hutang (Hak Jaminan)
    Hak kebendaan yang bersifat sebagai pelunasan utang (hak jaminan) adalah hak jaminan yang melekat pada kreditor yang memberikan kewenangan kepadanya untuk melakukan eksekusi kepada benda yang dijadikan jaminan, jika debitor melakukan wansprestasi terhadap suatu prestasi (perjanjian).
    Dengan demikian, hak jaminan tidak dapat berdiri sendiri karena hak jaminan merupakan perjanjian yang bersifat tambahan dari perjanjian pokoknya, yakni perjanjian utang-piutang (perjanjian kredit).
Perjanjian utang-piutang dalam KUH Perdata tidak diatur secara terperinci, namun tersirat dalam pasal 1754              KUH Perdata tentang perjanjian pinjam pengganti, yakni dikatakan bahwa bagi mereka yang meminjam harus mengembalikan dengan bentuk dan kualitas yang sama.
Kegunaan dari jaminan, yaitu:
  1. Memberi hak dan kekuasaan kepada bank/kreditur untuk mendapatkan pelunasan agunan, apabila debitur melakukan cidera janji.
  2. Menjamin agar debitur berperan serta dalam transaksi untuk membiayai usahanya, sehingga  kemungkinan untuk meninggalkan usahanya/proyeknya, dengan merugikan diri sendiri, dapat dicegah.
  3. Memberikan dorongan kepada debitur untuk memenuhi janjinya, misalnya dalam pembayaran angsuran pokok kredit tiap bulannya.
Syarat-syarat benda jaminan :
  1. Mempermudah diperolehnya kredit bagi pihak yang memerlukannya.
  2. Tidak melemahkan potensi/kekuatan si pencari kredit untuk melakukan dan meneruskan usahanya.
  3. Memberikan informasi kepada debitur, bahwa barang jaminan setiap waktu dapat di eksekusi, bahkan diuangkan untuk melunasi utang si penerima (nasabah debitur).
Manfaat benda jaminan bagi kreditur :
  1. Terwujudnya keamanan yang terdapat dalam transaksi dagang yang ditutup.
  2. Memberikan kepastian hukum bagi kreditur.
Sedangkan manfaat benda jaminan bagi debitur, adalah untuk memperoleh fasilitas kredit dan tidak khawatir dalam mengembangkan usahanya.
Penggolongan jaminan berdasarkan sifatnya, yaitu :
  1. Jaminan yang bersifat umum
Menurut pasal 1132 KUH Perdata menyebutkan harta kekayaan debitor menjadi jaminan secara bersama-sama bagi semua kreditor yang memberikan utang kepadanya, pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan, yakni menurut besar-kecilnya piutang masing-masing. Kecuali, jika diantara berpiutang itu ada alasan-alasan sah untuk didahulukan.
Benda yang dapat dijadikan jaminan yang bersifat umum apabila telah memenuhi persyaratan, antara lain :
  1. benda tersebut bersifat ekonomis (dapat dinilai dengan uang).
  2. benda tersebut dapat di pindah tangankan haknya kepada pihak lain.
2.  Jaminan yang bersifat khusus
Merupakan hak khusus bagi jaminan tertentu bagi pemegang gadai, hipotik, hak tanggungan, dan fidusia.











DAFTAR PUSTAKA




Tidak ada komentar:

Posting Komentar