Bayar Karyawan di Bawah UMR, Pengusaha Dijatuhi
Hukuman
Hukuman
JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Agung menjatuhkan hukuman 1
tahun dan denda Rp 100 juta kepada Tjioe Christina Chandra, pengusaha asal
Surabaya yang membayar karyawannya di bawah upah minimum regional. Sanksi
pidana kepada pengusaha itu yang pertama di Indonesia.
Vonis
kasasi itu dipimpin ketua majelis hakim Zaharuddin Utama, dengan anggota
majelis Prof Dr Surya Jaya dan Prof Dr Gayus Lumbuun dalam perkara Nomor 687
K/Pid.Sus/2012.
Menurut
anggota majelis hakim, Gayus Lumbuun, di Jakarta, Rabu (24/4/2013), hukuman
pidana itu diberikan atas dasar pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor
13/2003 tentang Ketenagakerjaan, yakni Pasal 90 Ayat (1) dan Pasal 185 Ayat
(1).
Pasal
90 Ayat (1) menyebutkan, pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari
upah minimum. Sementara Pasal 185 Ayat (1) menyebutkan, pelanggaran terhadap
ketentuan tersebut dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 tahun dan
paling lama 4 tahun, dan/atau denda paling sedikit Rp 100 juta dan paling
banyak Rp 400 juta.
Gayus
menekankan, pengabaian terhadap ketentuan UMR merupakan tindak kejahatan. Di
tengah kondisi negara yang diwarnai banyak pengangguran dan rakyat
berkekurangan untuk mendapatkan pencarian, banyak penyalahgunaan keadaan. Dalam
perkara tersebut, penyalahgunaan dilakukan oleh pengusaha.
Hukuman
minimal yang diberikan itu merupakan tahap awal sebagai pembelajaran
masyarakat. Ke depan, pengusaha yang melakukan kejahatan serupa dan dilaporkan,
akan dikenakan sanksi.
”Kami
berharap putusan ini memberikan efek jera agar pengusaha tidak menyalahgunakan
keadaan dan menaati aturan upah minimum. MA masih bisa diharapkan sebagai
benteng terakhir untuk memperjuangkan hak buruh,” ujarnya.
Vonis
kasasi itu ditetapkan tanggal 5 Desember 2012. Sebelumnya, Pengadilan Negeri
Surabaya memvonis bebas Chandra, tetapi jaksa penuntut umum mengajukan kasasi.
Sekretaris
Jenderal Kementerian Perindustrian Ansari Bukhari mengatakan, pemerintah akan
mempelajari putusan MA itu. Ini karena persoalan UMR berkaitan dengan
kepentingan industri, terutama industri yang sifatnya padat karya. ”Bagi
industri padat karya, kan, kemarin diupayakan agar ada kemudahan dalam
penangguhan,” ujar Ansari.
Ketua
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Franky Sibarani mengatakan, semua pihak
harus melihat putusan MA menjatuhkan sanksi pidana atas pengusaha yang membayar
karyawannya di bawah UMR dari berbagai sisi. Sebagai keputusan hukum, putusan
itu harus dihargai.
”Namun,
jangan hanya dilihat putusan akhirnya, lihat juga latar belakangnya,” ujarnya.
Franky
mengatakan, harus dilihat latar belakangnya, yakni apakah semua mekanisme yang
diperlukan, mulai dari persetujuan bipartit, pengajuan penangguhan, dan
persetujuan dari Disnaker setempat dilakukan pengusaha.
Apabila
semua mekanisme itu dilakukan, seharusnya tidak ada sanksi yang dijatuhkan.
Mekanisme tersebut ditempuh karena ada perusahaan yang memang secara faktual
belum mampu membayar penuh sesuai UMR.
Menurut
Franky, putusan MA itu juga akan membuka mata publik, termasuk pelaku usaha
kecil dan menengah. ”UKM akan melihat putusan ini dan tahu bahwa membayar di
bawah UMR bisa seperti itu,” katanya.
Bagi
perusahaan skala di atasnya yang juga terbebani, maka putusan itu bisa
menjadikan mereka akhirnya memilih mengurangi tenaga kerja (PHK) saat tidak
sanggup membayar karyawannya sesuai UMR.
Pemerintah
diminta mencermati permasalahan ini agar ada kepastian dalam hubungan
industrial.
Sementara
itu, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal
berpendapat, keputusan MA sudah benar karena sesuai UU Nomor 13/2003 tentang
Ketenagakerjaan. UU itu mengatur sanksi bahwa pengusaha yang tidak membayar UMR
didenda Rp 400 juta dan penjara maksimal 4 tahun.
Menurut
Iqbal, keputusan tersebut sebagai law enforcement (penegakan hukum) terhadap
hak buruh karena UMR adalah jaring pengaman agar buruh tidak absolut miskin
akibat tidak dibayar sesuai UMR.
Iqbal
mengatakan, keputusan itu merupakan suatu bukti bahwa hukum bisa berpihak
kepada rakyat kecil dan agar pengusaha tidak sewenang-wenang membayar upah
buruh. (ANA/LKT/CAS/DMU/Ham)
Komentar:
Arifah Dhaufani
Memang
pantas untuk pengusaha yang menganggap sepele upah minimum para pekerja untuk
dikenakan sanksi karena melanggar HAM yang berlaku dinegara kita. Para pekerja sudah memberikan tenaganya untuk menjalankan usaha dari pengusaha itu.
Seharusnya para pengusaha itu berterima kasih dan memberikan hak-nya para
pekerja yang sudah memberikan tenaganya untuk usaha yang didirikan si pengusaha
karena apabila tidak ada para pekerja apa dia sendiri mampu untuk melakukan
usahanya itu. Memang pengusaha sangat berjasa karena sudah mendirikan lapangan
kerja bagi masyarakat yang sulit mencari kerja di zaman sekarang ini karena
kebutuhan semakin banyak dan pertumbuhan penduduk juga banyak,tak berarti
pengusaha bisa semena-mena kepada pekerja.
Sesungguhnya memang kita hidup di
dunia ini memang saling membutuhkan satu sama lain. Maka dari itu kita bisa
saling menghargai satu sama lain tak boleh semena-mena.
Didit Purnomo
Hukuman
pidana itu diberikan atas dasar pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 13/2003
tentang Ketenagakerjaan,yakni Pasal 90 Ayat (1) dan Pasal 185 Ayat (1).
Pasal
90 Ayat (1) menyebutkan, pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari
upah minimum.
Sementara
Pasal 185 Ayat (1) menyebutkan, pelanggaran terhadap ketentuan tersebut dikenakan
sanksi.
pidana
penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 4 tahun, dan/atau denda paling
sedikit Rp 100 juta
dan
paling banyak Rp 400 juta.
Memang sebaiknya seperti itu harus dilakukan kepada
para aparat penegak hukum,karena para pengusaha agar mereka sadar bahwa tenaga
manusia pun harus di berikan suatu penghargaan yang layak....karena manusia pun
mempunyai rasa lelah sehabis melakukan pekerjaan yang berat dan malah diberikan
hasil yang tidak memuaskan dan itupun menyangkut harkat martabat seseorang dan
menyangkut pula pada perlindungan HAM.
Rinto Adi Prasetyo
Mahkamah Agung menjatuhkan hukuman pidana pelanggaran undang-undang Nomor
13/2003,tentang ketenaga kerjaan, kepada pengusaha asal surabaya,kepada Tjioe
Christina Chandra,dengan hukuman 1 tahun penjara dan denda Rp.100 juta,akibat
pembayaran Upah Minimum Regional (UMR).menurut pendapat saya, para pengusaha
diharapkan supaya lebih berhati-hati lagi dalam memberikan Upah Minimum
Regional (UMR),jangan semena-mena memberikan upah seenak nya,diharapkan supaya
lebih bisa mentaati undang-undang yang sudah diatur,oleh pemerintah,apabila
masih dilanggar bisa dikenakan sanksi yang berat bagi para pengusaha yang melanggar
aturan
Friska Rianawati.
Seperti
yang dikatakan di atas : Mahkamah Agung menjatuhkan hukuman 1 tahun dan
denda Rp 100 juta, Pasal 90 Ayat (1) menyebutkan, pengusaha dilarang
membayar upah lebih rendah dari upah minimum. Sementara Pasal 185 Ayat (1)
menyebutkan, pelanggaran terhadap ketentuan tersebut dikenakan sanksi pidana
penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 4 tahun, dan/atau denda paling
sedikit Rp 100 juta dan paling banyak Rp 400 juta.Namun masih saja banyak para
pengusaha yang membayar dibawah UMR, yang hasilnya juga menyebabkan para
pekerjaanya tidak bisa memenuhi kebutuhannya. hak buruh yang harus nya didapatkan
namun harus mendapatkan lebih rendah. sebenarnya apa yang para pengusaha
inginkan dengan cara membayar dibawah UMR??? jika dalam usaha kecil memang
sudah seharusnya para masyarakat juga mengerti seberapa besar produk yang
dijual dan kira" berapa hasil yang didapatkan dari hasil produk yang
terjual. karna tidak semua perusahaan harus membayar sama dengan UMR. namun
seperti yang dikatakan diatas "Bagi perusahaan skala di atasnya yang juga
terbebani, maka putusan itu bisa menjadikan mereka akhirnya memilih mengurangi
tenaga kerja (PHK) saat tidak sanggup membayar karyawannya sesuai UMR".
ini merupakan salah satu cara yang baik untuk perusahaan yang tidak bisa
membayar sesuai UMR, namun juga harus diperhatikan bagaimana jika secara
tiba-tiba di PHK?? alangkah baiknya di batasi berapa banyak pekerja/karyawan
yang ingin dipekerjakan agar nantinya tidak kerepotan ketika harus membayar
gaji mereka masing-masing. karna kalau terusmenerus mengurangi UMR itu bisa
merugikan perusahaan sendiri dan juga bisa mendapatkan sanksi beserta hukuman
bagi si perusahaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar